BATAM (DUMAIPOSNEWS.COM) –Kompetensi pegawai pelayanan publik di Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) masih rendah. Hal itu diketahui dari hasil penelitian Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Akibatnya, Kepri masuk dalam zona merah.
Penelitian yang dipublikasikan di Kantor ORI di Jakarta, Rabu (21/2), itu dilakukan di 22 provinsi, 44 kota, dan 106 kabupaten. Yang diteliti adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) atau sejenisnya. Sedangkan respondennya para kepala dinas atau sekretaris dinas, kepala bidang, dan petugas pelayanan yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
Hasilnya, dari 22 provinsi yang diteliti hanya satu yang masuk zona hijau yakni Sulawesi Selatan dengan nilai 76,43. DKI Jakarta masuk zona kuning bersama delapan provinsi lainnya. Selain itu, ada 12 provinsi yang tercatat zona merah. Di antaranya, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Yogyakarta, Banten, Kepri, Papua, dan Kalimantan Utara.
Sedangkan dari 106 kabupaten tidak ada yang masuk zona hijau. Tercatat 34 kabupaten masuk zona kuning termasuk Kediri dan Bojonegoro, dan sisanya atau 72 kabupaten masuk zona merah. Di antaranya Lumajang, Tulungagung, dan Kudus. Sedangkan untuk level kota ada empat masuk zona hijau, 26 zona kuning, dan 14 zona merah.
Anggota ORI Adrianus Meliala menuturkan, idealnya orang yang bekerja di pelayanan perizinan DPMPTSP itu orang pilihan dari masing-masing satuan kerja. Tapi, ternyata hasil temuan dari ORI membuktikan sebaliknya. Tidak semua orang pilihan yang tahu betul pelayanan publik.
”Mereka tidak tahu apa itu maladministrasi, nggak pernah mengadakan survei, puas-puas saja ketika layanannya kurang. Demikian pula tidak pernah mengakses LAPOR,” ujar dia usai paparan, kemarin. LAPOR adalah layanan aspirasi online dan pengaduan rakyat.
Diduga penyebab pegawai yang kurang punya kompetensi itu lantaran para pegawai hanya bekerja berdasarkan rutinitas keseharian saja. Ada dugaan mereka yang ditempatkan di tempat pelayanan publik itu adalah orang-orang buangan yang tidak cocok di satuan kerja lain. Para pegawai itu cenderung patuh tapi tidak tahu betul prinsip dalam pemberian pelayanan yang harus melibatkan masyarakat.
”Misalnya ketersediaan pengaduan 92 persen itu dari segi kepatuhan. Tapi dari segi kelengkapan evaluasi, mereka tidak pernah evaluasi. Seperti beli mobil tapi tidak pernah diservis,” ungkap dia.
Kompetensi pegawai itu menjadi salah satu hal yang menjadi persoalan dalam pelayanan publik. Tiap tahun, ORI mensurvei ribuan pelayanan publik mulai dari kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah. Mereka memberikan pendampingan bagi instansi yang masuk zona merah untuk menjadi kuning atau hijau.
Selain soal pelayanan publik di bidang perizinan, ORI kemarin juga mengungkapkan pelayanan yang terkait denagn tambang. Anggota ORI Laode Ida memaparkan data penghentian pelayanan terhadap 2.509 izin usaha pertambangan (IUP) yang non CnC (clear and clean) yang tersebar di antaranya di Kalimantan Selatan (243), Jawa Barat (289), Kalimantan Timur (244), dan Jambi (198). Tapi, ada pula penghentian pelayanan atau pencabutan IUP meskipun sudah CnC.
”Penyebabnya kelambanan pelayanan di tingkat pemda, lamban dan atau tidak sinkronnya administrasi pelayanan lintas instansi terkait di tingkat pusat,” ujar Laode. Selain itu, ada pula dugaan arogansi kekuasaan di pemda. Termasuk indikasi pengaruh pemodal di belakang penguasa lokal.
Semua persoalan itu berdampak kerugian besar pada pebisnis hingga sengketa melalui jalur hukum. Iklim investasi di daerah tidak berjalan baik hingga kerusakan lingkungan.
”Penyelesaian masalahnya masukan dalam daftar black list terhadap pebisnis yang tidak patuh dan koreksi administrasi pelayanan,” tegas dia. (jun/jpg)
Sumber: Batampos.co.id
Komentar