Pertamina dan ITB Co-Processing di Kilang Pertamina Dumai

DUMAI(DUMAIPOSNEWS) – Setelah sebelumnya berhasil menjalankan inovasi dalam pengembangan BBM Nabati jenis gasoline (minyak bensin) melalui sistem co-processing di Kilang Refinery Unit (RU) III Plaju Sumatera Selatan, PT Pertamina (Persero) kembali hadir dengan inovasi dalam pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan. Kali ini co-processing dijalankan di Kilang Pertamina RU II Dumai guna menciptakan bahan bakar nabati dengan jenis gasoil (minyak solar).

Peninjauan lokasi dan pemantauan perkembangan program ini dilaksanakan oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir didampingi Direktur Perencaan Investasi dan Pemantauan Resiko (PIMR) Heru Setiawan, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Kadarsyah Suryadi dan Nandang Kurnaedi GM Pertamina RU II di Kilang Pertamina Dumai Kamis (16/05/19).

Kongkowkuy

Sebagai tuan rumah pelaksanaan program, Nandang disela kunjungan menyampaikan implementasi proses pengolahan BBM nabati di Kilang RU II Dumai merupakan batu loncatan besar dalam hal perkembangan teknologi di Indonesia sekaligus mendorong pengurangan impor minyak mentah.

Co-processing atau pengolahan bahan bakar dengan penggabungan bahan baku minyak fosil dan bahan baku minyak nabati ini dilaksanakan dengan menggunakan katalis berteknologi tinggi hasil pengembangan yang dilaksanakan di Research and Technology Center Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Kita perlu berbangga hati bahwa anak bangsa dapat menciptakan katalis yang selama ini didapatkan dari luar negeri. Setelah melalui beberapa tahun penelitian, katalis yang diberi nama Katalis Merah Putih ini telah siap digunakan”, ungkap Nandang.

Lebih lanjut Nandang menjelaskan pengembangan katalis ini telah dilakukan sejak 2008 hingga terciptanya katalis generasi kedua yang telah secara optimal mejadi elemen pendukung co-processing di Kilang RU II. Seluruh proses pengembangan katalis dilaksanakan oleh putera puteri terbaik bangsa dan diujicobakan pula di Kilang Pertamina.

Setelah berhasil menciptakan katalis, pengolahan CPO dilakukan di fasilitas Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) yang berada di kilang Pertamina Dumai, berkapasitas 12.6 MBSD (Million Barel Steam Per Day). Penggantian katalis lama dengan versi baru ciptaan dalam negeri mulai dijalankan pada Februari 2019. Injeksi bahan baku minyak nabati pun mulai dilaksanakan pada Maret 2019.

“Dari hasil uji coba, pengolahan dengan sistem co-processing di unit DHDT ini dapat menyerap feed RBDPO hingga 12 %. Pencampuran langsung RBDPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan komponen gasoil dengan kualitas lebih tinggi karena angka cetane mengalami peningkatan hingga 58 dengan kandungan sulphur lebih rendah”, ungkap Nandang.

Adapun CPO yang digunakan adalah jenis crude palm oil yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar solar ramah lingkungan.

Terkait dampak yang diberikan pelaksanaan program terhadap negara, Menristek Dikti  Mohamad Nasir menjelaskan dengan penggunaan 10 hingga 12 % feed dari minyak nabati, negara dapat menghemat biaya yang dikeluarkan untuk mengimpor minyak mentah hingga 1.6 Juta USD per tahunnya. Ia pun berharap agar program ini dapat terus dikembangkan sehingga serapan minyak nabati di kilang Pertamina dapat semakin meningkat.

“Dengan serapan 10 % saja negara sudah bisa berhemat banyak. Ke depannya semoga bisa lebih meningkat lagi”, imbuh Nasir.

Reporter: Miswanto
Editor : Bambang Rio