Pertamina Dumai Sambut Baik Pelaksanaan FGD Terkait Green Coke

DUMAI(DUMAIPOSNEWS) – Rasa ingin tahuan para mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda dan Mahasiswa (Gempa) Kota Dumai, Pertamina RU II memenuhi undangan Focus Group Discussion (FGD) FGD bertemakan “Green Petroleum Coke, Ada Apa?”.

Pada acara FGD ini langsung  dihadiri oleh Walikota Dumai Zulkifli AS, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Satrio Wibowo, Perwakilan PT Pertamina RU II, tokoh masyarakat dan mahasiswa, Selasa (28/1/2019) bertempat di Pendopo Sri Bunga Tanjung.

Kongkowkuy

Ditemui di sela kegiatan Pjs. Unit Manager Comm, Relations & CSR Pertamina RU II Didi Andrian menyatakan pihaknya mendapat undangan FGD dari Gempa pada, Senin (27 Januari 2019).

Walaupun disampaikan dalam waktu singkat oleh panitia,  pihaknya tetap menyambut baik inisiasi pelaksanaan kegiatan ini dikarenakan dapat menjadi momen bagi Pertamina RU II untuk menjelaskan lebih mendalam mengenai produk Green Coke, baik proses pengolahan hingga spesifikasi produknya.

Selain itu, melalui FGD ini Pertamina RU II juga dapat mendengarkan aspirasi dan informasi dari rekan-rekan mahasiswa maupun masyarakat terkait keberadaan kilang Pertamina sebagai salah satu Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang berada di Kota Dumai.

“FGD ini merupakan momen yang baik bagi kami untuk kembali memperkenalkan program Green Coke yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat khususnya rekan-rekan mahasiswa sehingga menimbulkan banyak kesalahpahaman. Untuk itu kami sampaikan apresiasi kepada Gempa atas inisiasi yang telah dilakukan”, jelas Didi.

Lebih lanjut Ia menjelaskan dalam memenuhi undangan FGD dari Gempa, Tim dari Pertamina RU II diperkuat oleh beberapa perwakilan yang memang sehari-hari-hari mengurusi produksi Green Coke serta penanganan lingkungan di Pertamina RU II.

Pada sesi penjabaran Pertamina RU II, pihaknya memulai penjelasan mengenai proses produksi Green Coke yang merupakan produk akhir dari seluruh proses pengolahan di Kilang RU II.

Berbeda dengan proses utama yang menggunakan reaksi dengan bahan kimia, Green Coke yang dihasilkan dari unit di kilang bernama Delayed Coking Unit (DCU) diolah menggunakan prinsip Thermal Cracking.

Thermal Cracking sendiri merupakan proses pemecahan rantai hidrokarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hidrokarbon dengan rantai yang lebih kecil menggunakan bantuan panas dan tanpa menggunakan bantuan bahan kimia.

“Hal yang perlu kami luruskan di sini adalah Green Coke merupakan produk hasil Kilang RU II yang kami pasarkan sebagaimana produk BBM seperti avtur ataupun solar jadi bukan merupakan limbah. Di lingkungan Pertamina, produk ini spesifik dihasilkan oleh Kilang RU II namun di perusahaan lain maupun kilang luar negeri, Green Coke merupakan produk yang cukup umum ditemui,”imbuh Didi.

Penjelasan kemudian dilanjutkan terkait karakteristik produk Green Coke yang berdasarkan PP 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3 tidak termasuk ke dalam kategori Limbah B3.

Menunjang hal tersebut, Pertamina RU II juga telah menjalankan beberapa uji karakteristik yang salah satunya melibatkan laboratorium penguji bersertifikat Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang secara umum menyatakan bahwa Green Petroleum Coke adalah produk turunan pengolahan minyak bumi yang memiliki karakteristik dan kandungan non toxic (tidak beracun), non hazardous material (bukan barang berbahaya) dan stabil.

“Kami datang pada FGD ini membawa Ahli Lingkungan dan Engineer yang sehari- hari mengurusi produk Green Coke. Harapannya dengan penjelasan yang berdasarkan data dan fakta, rekan-rekan mahasiswa dapat memperoleh gambaran dan pemahaman yang lebih baik mengenai Green Coke”, tambah Didi.

Terkait dengan pengelolaan lingkungan khususnya dalam rantai proses hulu ke hilir dari pengolahan Green Coke, Didi menjelaskan Pertamina RU II bekerja di bawah izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Lebih lanjut dijelaskan berdasarkan komitmen izin lingkungan hidup yang dijalankan Pertamina RU II, secara berkala wajib dilaporkan berbagai aspek terkait kualitas lingkungan di antaranya meliputi pemantauan kualitas udara, tanah hingga buangan air.

Berdasarkan data yang dirangkum dari pemantauan aspek kualitas udara ambient pada tahun 2018 dan 2019 didapatkan hasil yang menyatakan kualitas udara baik berada jauh di bawah baku mutu udara ambient sebagaimana tertuang dalam PP No. 41 Tahun 1999. Hal ini salah satunya guna menjawab pertanyaan apakah operasional kilang RU II memberikan dampak terhadap lingkungan.(rls)

Editor: Bambang Rio