DUMAIPOSNEWS – Sepuluh tahun setelah Muammar Gaddafi terguling, Libya masih mengalami kekacauan, perpecahan, dan bentrokan. Bebasnya Saadi Gaddafi diharapkan turut mendorong rekonsiliasi di negeri di Afrika Utara tersebut. Putra ketiga almarhum pemimpin Libya Muammar Gaddafi itu keluar dari penjara Al Hadaba, Tripoli, Minggu (5/9). Dikabarkan, dia telah terbang ke Turki. Namun, Agence France-Presse kemarin (6/9) menjelaskan bahwa belum ada tanda-tanda bahwa mantan pemain Perugia, Udinese, dan Sampdoria itu telah tiba di Istanbul.
’’Saadi Muammar Gaddafi dibebaskan dari penjara sesuai dengan putusan pengadilan beberapa tahun lalu,’’ cuit PM Libya Abdul Hamid Dbeibah.
The Guardian mengungkapkan, pembebasannya adalah hasil negosiasi yang melibatkan PM Dbeibah dan beberapa tokoh senior suku-suku di Libya. Sumber lain menyebutkan bahwa negosiasi juga melibatkan mantan Menteri Dalam Negeri Fathi Bashagha.
Dewan Kepresidenan Libya mengumumkan, selain Saadi, beberapa tahanan lain juga dibebaskan. Termasuk kepala kabinet dan intelijen Libya pada era Gaddafi, Ahmad Ramadan. Dulu dia memiliki julukan Black Box karena berposisi penjaga rahasia-rahasia Gaddafi. Pembebasan Saadi diharapkan membantu proses rekonsiliasi nasional di negeri yang dulu dipimpin sang ayah.
Saadi yang kini berusia 48 tahun dikenal karena gaya hidupnya yang playboy. Sejatinya dia berhasil melarikan diri ke Niger ketika negaranya bergolak dan terjadi pemberontakan pada 2011. Namun, dia ditangkap dan diekstradisi ke Libya tiga tahun kemudian. Sejak itu mantan komandan pasukan khusus Libya tersebut dipenjara. Saadi dijerat dengan dakwaan melakukan kejahatan terhadap pengunjuk rasa dan pembunuhan pelatih sepak bola Libya Bashir Al Rayani pada 2005.
Pengadilan banding sudah membebaskannya dari dakwaan pembunuhan Rayani pada April 2018. Meski begitu, dia tidak kunjung dibebaskan. Sebuah sumber di kantor kejaksaan menyatakan bahwa beberapa bulan lalu kepala kejaksaan meminta putusan yang berkaitan dengan Saadi Gaddafi segera dilaksanakan setelah semua persyaratan yang diperlukan dipenuhi. Dia akan diberi dua pilihan: tinggal di Libya atau hengkang. Tampaknya, setelah benar-benar bebas, kini Saadi memilih untuk meninggalkan negaranya.
Saadi adalah mantan kepala Federasi Sepak Bola Libya. Dia masuk ke klub Perugia, Italia, pada 2003. Itu pun bukan atas kemampuannya, melainkan karena permintaan PM Italia kala itu, Silvio Berlusconi. Saat itu Berlusconi memang dikenal dekat dengan Gaddafi.
Karier Saadi di dunia sepak bola tidak moncer. Dia jarang dimainkan. Bahkan, Saadi sempat diskors selama tiga bulan akibat doping. Satu-satunya capaian terbesarnya adalah bertanding selama 15 menit saat Perugia melawan Juventus pada Mei 2004.
Nasib Saadi masih lebih baik daripada saudaranya, Saif. Sebab, Saadi tidak masuk dalam daftar buron Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Meninggalkan Libya mungkin menjadi pilihan terbaik. Sebab, sejak Gaddafi terguling, negara itu tidak kunjung pulih.
Rencananya, pemilu dihelat pada Desember. Saif yang masih menjadi buron ICC mengaku ingin kembali berpolitik dan tidak tertutup kemungkinan mencalonkan diri sebagai presiden Libya. Tentu saja langkah itu dilakukan jika situasi memungkinkan. Hingga saat ini, dia berada di lokasi tersembunyi di Zintan, salah satu kota terbesar di barat laut Libya. (sha/c14/ttg/jpg)