DURI (DUMAIPOSNEWS.COM) — Sampah merupakan masalah hampir seluruh manusia di dunia ini. Kebiasaan membuang sampah secara sembarangan, umum dilakukan orang-orang yang kurang peka menjaga keseimbangan alam. Hanya segelintir orang yang peduli, membuangnya secara benar.
Lambas Hutabarat (45) termasuk sedikit dari mereka yang peduli terhadap sampah, bahkan ‘menyulapnya’ jadi bernilai jual untuk membantu perekonomian keluarga.
Namun sesungguhnya niat Lambas bukan sekedar ekonomi. Lebih dari itu ia bertekad menyelamatkan lingkungan dari polusi sampah khususnya jenis PET (Polyethylene Terephthakate) yang 100 tahun mungkin tidak akan terurai di tanah. Yang jika dibiarkan tentu berbahaya bagi kelangsungan ekosistem alam pada masa mendatang.
“Bukan soal uang, tapi bagaimana kita turut berupaya menjaga keseimbangan alam ini. Memang terdengar klise tapi itulah adanya,” sebut Lambas Hutabarat, Senin (14/08/23), di kediamannya yang sekaligus dijadikan lokasi pengumpulan, pemilahan dan pengolahan sampah-sampah yang ia dapatkan dari masyarakat secara perorangan maupun dari para pemulung.
Lambas menyadari, banyak orang beranggapan Bank Sampah Pematang Pudu Bersih (BSPPB) yang ia dirikan Desember 2015 silam, hanya untuk mendapatkan income saja. “Kalau untuk mencari kaya, rasanya tidak cocok dengan bank sampah ini. Sampai sekarang saya masih banyak tawaran bekerja di perusahaan, gaji besar, tak perlu repot-repot urus sampah, tapi saya tolak. Hati saya sudah terpaut dengan bank sampah,” imbuhnya.
Selain itu, Lambas turut berbicara soal edukasi yang menurutnya perlu dikencangkan pada generasi muda usia sekolah. Konkritnya, Lambas sudah masuk ke sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Mandau, selaku narasumber atau pemateri memberikan edukasi, motivasi terkait pengelolaan sampah yang benar, dan ramah lingkungan.
“Kita bekerjasama dengan sekolah-sekolah terutama yang berpredikat Adiwiyata ataupun mau menuju Adiwiyata, membantu guru-guru memberikan penyuluhan kepada siswa, terkait sampah, pemilahan, pengolahan dan bahkan bernilai jika dikelola dengan benar. Bisa dibuat menjadi souvenir dan barang-barang bermanfaat lainnya. Kalau tidak salah sudah 60 sekolah yang kita datangi, jalin kerjasama,” ungkapnya.
BSPPB yang beralamat di Jalan Bakti Kopelapip Ujung RT01/RW16, Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sejauh ini hanya dikelola lima orang termasuk di dalamnya Lambas.
Lambas bertindak sebagai pimpinan alias direktur yang mengorganisir pekerjaan rekan-rekannya. Keberadaan BSPPB ini diakui Lambas sangat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dalam mengurai sampah-sampah khusus non organik yang biasanya dibuang pada sembarang tempat oleh orang-orang tak bertanggung jawab.
“Bank Sampah ini dibangun secara swadaya, bukan berada langsung di bawah DLH (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis). Dalam operasional sehari-hari kita tidak pernah berharap bantuan dari pemerintah daerah. Di sini kita bekerja ikhlas, kalau ada nilai ekonomis yang didapat itu tidak seberapa dari upaya yang kita lakukan dalam mengedukasi masyarakat akan pentingnya lingkungan bersih dan bebas sampah,” ujarnya.
Pernah beberapa waktu lalu Lambas diminta oleh DLH Kota Dumai menyiapkan produk kerajinan dari barang bekas untuk ditampilkan pada stand pameran. Di situ Lambas membuat sejumlah barang kerajinan sesuai permintaan. Waktu sebelum Pandemi Covid-19, permintaan serupa banyak berdatangan. Namun sekarang sudah tidak ada lagi.
Lambas juga membuka diri bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke tempatnya seperti wartawan, pihak perusahaan, mahasiswa yang menyusun skripsi, termasuk pemerintah daerah. Ia menjelaskan dan memberikan data yang diminta. Selama itu bermanfaat dan bernilai edukasi ia siap meluangkan waktu.
Kepedulian Lambas tidak hanya pada pengelolaan sampah semata. Ia turut memperhatikan kesejahteraan para nasabahnya yaitu pemulung yang membutuhkan pinjaman uang. Termasuk menyediakan buku tabungan bagi yang mau menabung.
“Setiap yang meminjam kita bantu, diberi buku tabungan juga. Bagi yang tidak bisa mencicil, dapat diganti dengan sampah disesuaikan nilainya. Jadi nasabah merasa terbantu di saat mereka butuh uang tunai,” sebut Lambas.
Nasabah BSPPB saat ini tercatat sekitar 500 orang lebih, ada yang perseorangan, pemulung, anak sekolah, perusahaan dan lainnya. Lambas juga jemput bola mengambil sampah ke tempat-tempat yang sudah disepakati. “Yang tidak bisa mengantar kita jemput. Ada juga sekolah yang sudah memilah sendiri dan menimbangnya, kita tinggal ambil,” ujarnya.
Sampah yang ia terima, dipilah sesuai jenisnya seperti logam, plastik (PET), kertas, organik dan minyak jelantah. Setiap jenis berbeda harga. Berbeda perlakuan terhadap jenis sampah, berbeda pula harganya. “Sebab sampah yang sudah dipilah dulu oleh nasabah harganya lebih tinggi,” kata Lambas.
Peran PHR (Pertamina Hulu Rokan) WK Rokan dalam mendukung kegiatan pengelolaan oleh Bank Sampah Pematang Pudu Bersih ini sangat disyukuri Lambas. Ia beruntung bisa bermitra dengan PHR dalam penyelamatan lingkungan dari dampak buruk sampah-sampah yang dibuang secara serampangan.
“PHR memberikan kita pelatihan dan pembinaan bagaimana cara mengolah sampah menjadi bernilai ekonomis, bagaimana pemasarannya, dibuat jadi kreativitas seni secara mandiri,” katanya lagi.
Dukung BSPPB Menuju Investasi Emas
Di sisi PHR, kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan Lambas perlu didukung sehingga proses pengolahannya bisa maksimal, mengakomodir unit-unit pengelolaan sampah lainnya seperti sekolah hingga ke desa-desa.
“PHR di sini berkepentingan membantu masyarakat dalam hal pengelolaan sampah melalui Bank Sampah Pematang Pudu Bersih, untuk menjaga keberlangsungan lingkungan tetap terjaga, seimbang bebas dari polusi sampah,” sebut Priawansyah, Sr Analyst Social Perfomance PHR WK Rokan.
Termasuk kegiatan penyuluhan ke sekolah-sekolah yang dilakukan Lambas turut mendapatkan perhatian dari PHR, memberikan dukungan terlaksananya proses edukasi kepada siswa sekolah.
“Baik personal maupun profesional, saya respek dengan Bang Lambas atas kegigihannya, peduli terhadap lingkungan, mengelola sampah hingga bernilai ekonomis bisa dipasarkan ke perusahaan-perusahaan manufaktur yang membutuhkan sampah seperti jenis plastik, logam dan kertas,” imbuh Priawansyah.
Priawansyah mengaku cukup terkejut ketika Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Rosa Vivien Ratnawati berkunjung ke tempat Lambas beberapa waktu lalu menyebut Indonesia mengimpor sampah dari luar negeri untuk keperluan perusahaan manufaktur di dalam negeri.
“Ternyata negara kita membutuhkan sampah untuk sektor bisnis manufaktur. Sementara kita sendiri tahu dari Sabang sampai Merauke sampah bertebaran di mana-mana, tanpa dikelola dengan baik. Alangkah baiknya kebutuhan akan sampah dalam negeri bisa ditopang oleh keberadaan bank-bank sampah seperti ini,” imbuhnya.
Priawansyah mendorong Lambas bagaimana cara menstimulasi masyarakat untuk ikut bergerak membantu mengatasi masalah sampah ini. “Cara yang coba kita pikirkan bank Sampah ini bekerjasama dengan salah bank syariah untuk investasi emas dengan mencicil. Jadi setiap keuntungan dari transaksi sampah oleh nasabah diakumulasikan dalam bentuk tabungan,” ujarnya.
Bank Sampah Memiliki Peran Strategis
Belum lama ini, Bupati Bengkalis Kasmarni mengatakan sampah telah menjadi permasalahan besar di daerah yang ia pimpin. Untuk menciptakan lingkungan bersih, maka pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu sampai ke hilir.
Keberadaan bank sampah seperti BSPPB, memiliki peran strategis sebagai tempat dimana pemerintah dapat memberikan fasilitasi dalam melaksanakan program dan kegiatan, juga menjadi jejaring untuk berbagi informasi terkait kebijakan, teknologi pengelolaan sampah maupun investasi untuk pemanfaatan sampah sebagai modal pembangunan, menuju Bengkalis bersih sampah tahun 2025.
Kasmarni juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan sampah sebagai sumber daya ekonomi. Salah satu pilihan yang tepat untuk menerapkan paradigma pemanfaatan tersebut dengan memperbanyak jumlah bank sampah yang ada di kecamatan, kelurahan dan desa. Bank sampah memiliki prinsip dasar menyimpan sampah, menabung, menghasilkan uang, mengubah perilaku dan menjaga kebersihan serta pengelolaan yang ramah lingkungan.
“Kegiatan seperti ini harus kita lakukan secara maksimal dan berkelanjutan. Untuk itu, kami minta kepada stakeholder terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), perguruan tinggi dan dunia usaha maupun para penggiat lingkungan, terus lakukan pendampingan dan galakkan kembali pembangunan bank sampah baru secara mandiri di Kabupaten Bengkalis,” katanya.
Kesadaran Masyarakat Perlu Ditingkatkan
Beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis Muhammad Saleh didampingi Kepala Sub Bagian Pengelolaan Sampah, Nurhasanah mengatakan pengurangan volume limbah sampah rumah tangga di Kabupaten Bengkalis tahun 2023 ini ditargetkan mencapai 27 persen, namun baru tercapai 21 persen lebih.
Nurhasanah menjelaskan sampai dengan Juli 2023 timbulan sampah mencapai total 105.455,23 ton pertahun untuk di Kabupaten Bengkalis. Dari timbulan sampah tersebut pengurangan sampahnya baru mencapai 21,54 persen.
Pada pengelolaan sampah yang terdiri dari pengurangan sampai dan penanganan sampah maka target pengurangan 27 persen dan penanganannya 72 persen. Pengurangan sampah itu berasal dari rumah tangga tidak semuanya diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tapi masyarakat bisa memilah sampah yang masih mempunyai nilai ekonomis dan bisa di tabung di bank-bank sampah.
Peran pemulung dalam mengurangi sampah juga sangat luar biasa. Mereka melakukan pengumpulan sampah yang bernilai ekonomis sehingga jumlah sampah yang diangkut ke TPA akan jauh berkurang.
“Kesadaran masyarakat dalam memilah sampah perlu ditingkatkan lagi untuk bisa mencapai target pengurangan 27 persen tersebut bisa dicapai dan melebihi,” tukasnya.(yusrizal)






