SELATPANJANG (DUMAIPOSNEWS.COM) – Gizi buruk dan stunting masih menghantui anak-anak, di lingkungan Kabupaten Kepulauan Meranti. Padahal daerah ini masuk dalam daerah kepulauan yang berlimpah dengan hasil laut.
Dengan situasi ini menunjukkan bahwa gizi buruk dan stunting tidak semata-mata karena keterbatasan akses ke makanan bergizi, tetapi juga dipengaruhi pola asuh keluarga, selain pencemaran lingkungan.
Seperti warga yang berada di Sungai Juling berada dekat dengan Pesisir Pulau Tebingtinggi Kepulauan Meranti yang warganya dominan berperan sebagai nelayan.
Pantauan Dumai Pos, lingkungan warga di sana jauh dari kata bersih. Kediaman mereka tidak jauh dari pesisir laut. Hanya saja segala macam kotoran bercampur baur, mulai dari plastik hingga limbah dapur dan toilet meskipun laut adalah titik lokasi warga setempat dalam mencari rezeki.
Tak jarang anak warga setempat bermain di lokasi tersebut. Hanya saja situasi itu berlangsung pada setiap akhir pekan memasuki libur sekolah. “Setiap akhir pekan banyak yang berenang di sini ketika memasuki hari libur sekolah. Kalau saat ini anak anak pada sekolah,” ujar Nia salah seorang warga.
Ia mengaku kondisi sungai pesisir tebing ini akan tampak bersih ketika memasuki waktu pasang. Ketika air laut surut maka sampah memang tampak mengambang.
“Anak warga di sini akan berenang di tempat itu ketika air laut memasuku waktu pasang. Kalau pasang di sini bersih tak ada sampah yang berserakan. Kalau air surut memang kotor,” terangnya.
Di sisi lain tampak sejumlah rombongan nelayan menyusuri pesisir tebing. Mereka menuju sampan bersiap mencari ikan ke tengah laut. Mereka akan kembali setelah pengerih dibangkit.
“Pergi membangkit bengerih,” sahut Ansar ketika ditanya wartawan.
Tak terhitung hari, waktu dan pasang surut, saat itu ia tetap mengayuh sampan untuk mengangkat pengerih. Ia akan mengambil ikan yang terjebak dalam pengerih. Kembali mengayuh ke tepian, mengumpul rezeki yang didapat, lalu dijual ataupun dikonsumsi bersama keluarga.
Mereka tetap bertahan dengan kearifan lokal tempatan mereka seperti tak tergoda dengan maraknya alat tangkap ikan yang lebih modern.
Ketika ia mengdayung dari kejauhan siang yang membahang, tangannya tak berhenti mengayunkan dayung, membawa sampai ke tengah Selatair Hitam menuju lokasi pengerih yang dipasang pagi harinya untuk dapat dilelang di Pasar Jongkok Sungai Juling.
Beralih dari sana, wartawan sempat mengunjungi Pasar Jongkok Sungai Juling. Di waktu yang sama sejumlah nelayan sudah ada yang mulai melelang tangkapannya. Salah seorang dari mereka adalah Said, secara kebetulan adalah kerabar Ansar.
”Ansar sedang bangkit gumbang. Kalau saya baru saja selesai bangkit. Ya lumayan lah tangkapan hari ini,” kata Said (32) salah seorang nelayan kepada wartawan ketika itu.
Ia tak menyangkal di Selatair Hitam sebenarnya tidak akan pernah kekurangan ikan. Kalaupun terkadang hasil tangkapan kurang maksimal.
Di pasar tersebut hasil tangkapan nelayan hari itu berlimpah. 1 Kg cumi segar dijual Rp 80.000. Demikian halnya satu 1 Kg udang segar hanya seharga Rp 80.000. Selain itu 1 Kg ikan tongkol dijual dengan harga kisaran Rp 21.000, sementara tenggiri Rp 50.000.
”Ini termasuk mahal. Kalau lagi musim, 1 Kg cumi hanya berkisar Rp 70.000 saja. Sudah bisa untuk jadi lauk yang sehat selama dua sampai tiga hari dalam keluarga saya,” kata Irma salah seorang pengunjung pasar.
#Stunting di Tengah Gizi Berlimpah
Dengan keberlimpahan hasil laut ini, nyatanya kasus gizi buruk dan tengkes (stunting) anak-anak sekitar Pesisir Kecamatan Tebingtinggi ini juga masih tinggi. Begitu juga di Kepualuan Meranti.
”Kondisinya seperti tidak ada perbaikan. Dari tiga posyandu di Wuring, selalu saja ada anak-anak mengalami masalah gizi,” ucap Kadis Kesehatan Fahri kepada Wartawan.
Menurutnya dari 84 anak usia di bawah lima tahun (balita) di Posyandu yang meliputi lima RT daerah tersebut terdapat 15 anak yang masuk kategori gizi kurang dan 5 anak stunting.
”Di posyandu lain juga hampir sama, pasti ada anak yang bermasalah gizi dan stunting,” lanjutnya.
Fahri menyebutkan, banyaknya kasus gizi buruk dan stunting di sana tidak semata-mata soal kurangnya makanan bergizi.
”Banyak yang orangtuanya sebenarnya mampu, setidaknya mampu memberi makan ikan kalau mau, tetapi nyatanya anaknya stunting. Di sini banyak kasus, orang dari melaut justru menjual seluruh hasil tangkapannya dan membelikan anak-anak makanan instan,” ungkapnya.
Menurutnya, pola asuh orangtua sangat berpengaruh bagi gizi anak-anak. ”Banyak orangtua yang terlena dengan iklan susu formula dan makanan instan untuk bayi,” lanjutnya.
Terang Fahri bahwa stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Stunting menjadi masalah serius yang memerlukan penanganan secara tepat dan menyeluruh. Sebab, dampak yang ditimbulkan bisa sangat merugikan pada tumbuh kembang anak.
Menurutnya, dampaknya bukan hanya pada masa depan anak itu sendiri, namun juga akan berdampak pada keluarga serta bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kelangsungan pembangunan bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, audit kasus stunting penting dilakukan agar seluruh komponen yang tergabung dalam struktur tim audit kasus stunting yang telah dibentuk, dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, serta dapat bersinergi dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan percepatan penurunan stunting.
Apalagi kata dia, tahapan tersebut merupakan upaya mengidentifikasi risiko dan penyebab risiko pada kelompok sasaran berbasis surveilans rutin atau sumber data lainnya.
Khususnya sebagai penapisan kasus-kasus yang sulit termasuk mengatasi masalah mendasar pada kelompok sasaran audit berisiko stunting, yaitu calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui/nifas dan baduta/balita.
Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 Pasal 8 menyebutkan, Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (Ranpasti) terdiri atas beberapa kegiatan prioritas, antara lain audit kasus stunting.
“Audit kasus stunting diyakini memiliki dampak yang besar dan signifikan dalam percepatan penurunan stunting,” tukasnya.
Hasil audit tersebut nantinya menjadi acuan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dalam melakukan aksi tanggap percepatan penurunan stunting, sehingga intervensi dapat segera dilakukan, agar kasus tidak semakin memburuk atau tidak terjadi kasus yang berulang (sama) di satu wilayah.
“Audit kasus stunting adalah langkah konkret dalam upaya percepatan penurunan angka stunting,” tandasnya.
Selain itu, kasus stunting adalah hambatan dari pengembangan sumber daya manusia yang harus diselesaikan. Karena bagaimanapun pembangunan fisik tidak akan bisa berjalan dengan baik apabila sumber daya manusia yang ada tidak mumpuni.
Maka dari itu, diharapkan semua merapatkan barisan untuk sama-sama mendukung upaya pemerintah dalam percepatan penurunan stunting dalam aksi nyata demi terciptanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di masa depan.
Namun kata Fahri, perlu disadari, stunting bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama dan masih banyak hal yang harus dibenahi bersama, terutama kolaborasi dan sinergitas.
Seluruh Organisasi Perangkat Daerah, perangkat kecamatan dan kelurahan agar berperan aktif dan serius dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting di Kepulauan Meranti.
Seperti yang ditekankan bupati sebelum ini, kata dia cukup pentingnya inovasi terbaik dan menjalin sinergitas dan kolaborasi dengan lintas sektor, pemangku kepentingan, dan seluruh lapisan masyarakat.
Untuk itu, perjuangan mencegah dan menurunkan stunting tidak akan sulit selama koordinasi, komunikasi, dan kerjasama yang baik dari semua pihak dapat berjalan.
Sebelumnya Kepala melalui Sekretaris Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana M Syukri meranti dalam laporannya menerangkan, kegiatan tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Audit kasus stunting, sambungnya, merupakan salah satu kegiatan prioritas pada Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang dilakukan secara berkesinambungan di lingkungannya.
“Audit kasus stunting diawali dengan pembentukan tim audit, pelaksanaan audit, dan manajemen pendampingan, dilanjutkan dengan diseminasi audit kasus stunting dan evaluasi terhadap rencana tindak lanjut audit kasus stunting,” ujarnya.
Untuk itu, audit kasus stunting dilakukan di bawah koordinasi langsung oleh pupati dengan tujuan supaya sinergitas setiap kegiatan dapat terlaksana.
Angka Stunting Menunjukkan Penurunan
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti siap tekan penurunan angka stunting sesuai target 2024 sebesar 14 persen. Target tersebut disampaikan Staf Ahli Bupati Bidang Pemerintah Hukum dan Politik Kepulauan Meranti Rokhaizal, S.Pd, M.Pd.
Target tersebut tak henti disampaikan setiap mereka menggelar Rapat Pendampingan Pengawalan Rencana Kerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kepulauan Meranti.
Rokhaizal mengatakan sesuai tugas dan fungsinya, TPPS memiliki tanggung jawab untuk berkoordinasi, bersinergi dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif, konvergen dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di lingkup Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Kita perlu menyusun rencana kerja TPPS sebagai tindak lanjut agar dukungan daerah terhadap target nasional dalam penurunan prevalensi stunting tahun 2024 sebesar 14 persen dapat tercapai,” ungkap Rokhaizal.
Dia menambahkan, Pemkab akan terus melakukan langkah dan upaya penurunan stunting di Kepulauan Meranti seperti pelaksanaan edukasi dan pemenuhan gizi, serta sanitasi perubahan perilaku. Khususnya kepada ibu hamil untuk memastikan pertumbuhan bayi tetap baik, mulai dari dalam kandungan sampai lahir.
“Upaya pencegahan tetap kita lakukan secara preventif dan integratif melalui pemberian makanan tambahan, edukasi gizi seimbang dan sanitasi layak bagi keluarga dan ibu hamil, edukasi kesehatan reproduksi bagi remaja, serta pengecekan kesehatan rutin bagi bayi dan ibu hamil,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Pokja Bidang APDIN BKKBN Provinsi Riau Dra. Sri Wahyuni, M.Si mengatakan dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Meranti pada tahun 2021 sebesar 23,3 persen dan pada tahun 2022 turun menjadi 17.5 persen.
Menurutnya, terdapat penurunan sebesar 5.8 persen dan pada tahun 2023 target stunting di Meranti harus turun menjadi 16.87 persen. Untuk itu, perlu pengawalan oleh TPPS Kepulauan Meranti melalui rencana kerja dan 5 output tematik percepatan penurunan stunting.
“Yakni melalui tindak lanjut audit kasus stunting, mini loka karya, rembuk stunting, pengisian elsimil dan pendampingan keluarga berisiko stunting,” ujarnya
Ia juga mengatakan dengan sisa waktu 1 tahun 5 bulan, diharapkan Pemkab Kepulauan Meranti bisa menurunkan minimal 3 persen untuk mencapai target nasional diangka 14 persen pada 2024 mendatang.
“Mencermati Perpres 72/2021 dan Perban BKKBN No. 12/21 (RAN-PASTI), selain melakukan pengawalan penyelenggaraan program stunting, TPPS juga harus memiliki rencana yang terarah, terukur dan melakukan monitoring, evaluasi serta menyusun laporan penyelenggara setiap semester,” ujar Sri Wahyuni.(Ian)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.