SIAK (DUMAIPOSNEWS)-Meriam buluh merupakan salah satu permainan kearifan lokal Melayu Siak. Merupakan permainan anak-anak Melayu sejak dulu. Sayang jika ditinggalkan apalagi sampai terlupakan.
Dewan Kesenian Siak (DKS) berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata Kabupaten Siak, serta rekan-rekan penggagas lahirnya iven ini, yaitu Anggi Bray dan kawan kawan, serta lainnya, menggelar iven yang dinanti lintas generasi yaitu Lomba Letup Meriam Buluh setiap Ramadan di Taman Tengku Syarifah Aminah di turap tepian Sungai Siak, Senin (24/3) malam.
Demikian dikatakan Ketua DKS Siak Tengku Zulkarnain yang akrab disapa Wak Zul. Wal Zul, begitu senang iven yang digelarnya setiap akhir Ramadan ini, begitu banyak peminat. Ada 100-an peserta dari berbagai kampung di Kabupaten Siak.
Disebutkan Wak Zul, peserta dari Kecamatan Siak, Mempura, Koto Gasib, Pusako dan Sunga Mandau, menyiapkan sendiri meriam buluh yang akan dipertandingkan.
Penilaian dewan juri seputar kepadatan suara meriam saat dibunyikan. Juri memiliki alat ukur suara yang terkuat dan terpadat “Masing masing peserta kami berikan kesempatan tiga kali untuk membunyikan meriamnya,” kata Wak Zul.
Disebutkan Wak Zul, pemenang didominasi oleh perwakilan dari Kampung Paluh, Kecamatan Mempura, dan Kampung Kuala Gasib, Kecamatan Koro Gasib. Wak Zul mengaku senang, iven ini semakin diminati dan bahkan terlihat kesungguhan para peserta menampilkan suara terbaik sesuai kriteria juri dan panitia.
“Ramadan ini menjadi begitu semarak dan iven ini akan terus kami gelar setiap tahun dan diupayakan dapat lebih semarak dan terkoordinir,” kata Wak Zul yang ingin terus melestarikan kearifan lokal sesuai amanah Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017, tentang Memajukan Budaya.
Malam final tak hanya disaksikan ratusan warga Siak yang memadati Taman Tengku Syarifah Aminah di sekitaran turap Sungai Siak, tapi juga dihadiri Kadisdik dan Kebudayaan Fakhrurrozi, Kadis Pariwisata Tekad Perbatas Setia Dewa, dan sejumlah tamu undangan lainnya.
Salah seorang peserta bernama Rio mengaku senang adanya iven ini. Untuk menjadi peserta, jauh jauh hari dia sudah menyiapkan meriamnya. Baginya dengan ikut iven ini, sama dengan melestarikan budaya Siak.
Sementara Nisa yang menemani orang tuanya mengatakan, senang melihat semangat peserta. Kadang tersenyum ketika suara meriamnya tidak keluar. Namun, itu pula yang memacu semangat, sampai pada akhirnya suara yang dikeluarkan meriam itu begitu luar biasa.
“Iven ini patut dilestarikan dan setiap Ramadan kami menyaksikan ini, karena memang kami nanti,” ucap Nisa.(rpg)