DUMAIPOSNEWS.COM, MINAHASA – Aldi Novel Adilang mendadak jadi perbincangan ramai di media sosial. Remaja 19 tahun ini baru saja mengalami kejadian dramatis yang nyaris merenggut nyawanya.
Aldi terseret ombak di Minahasa Utara, Sulawesi Utara hingga terdampar di lautan Jepang. Aldi terombang-ambing selama 46 hari di laut sebelum diselamatkan kapal berbendera Panama.
Kisah remaja asal Wori, Minahasa Utara itu diceritakan oleh Natanel Anastasye di akun Twitternya, @naztaaa pada Sabtu (22/9/2018).
Menurut Anastasye, peristiwa yang dialami Aldi terjadi pada bulan Juli lalu. Saat itu, Aldi baru saja selesai menangkap ikan di Pulau Doi, Ternate.
Kala itu, Aldi berada di dalam rumah rakit. Di dalam rumah rakit itu ada perlengkapan untuk bertahan hidup, misalnya generator, HT, beras, baju, dan kelengkapan dapur lainnya.
Rumah rakit ini biasanya buat tempat istirahat sesudah menangkap ikan. Aldi ini bertugas sebagai penjaga lampu agar nelayan gampang nyari patokan.
Pagi itu karena adanya angin kencang, tali rumah rakit lepas. Rakit Aldi terbawa arus. Aldi dan rumah rakit terseret ombak ke laut bebas.
Aldi menghubungi temannya lewat HT kalau rakitnya lepas. Beberapa kapal penangkap ikan langsung mencari tapi tidak menemukannya.
“Namanya jg cuma ikut ikutan kalau diajak ke laut jadi pasti nggak bisa baca/tentukan koordinat. Mau ngasih patokan juga bingung karena semua laut,” tulis Anastasye.
“Ya kalau laut ada papan petunjuk atau perempatan. Ini sejauh mata memandang air gimana ngasih tahu lokasi. Makanya ada yang disebut kapten karena emang bisa baca posisi walau nggak ada kompas atau gps,” tambahnya.
Selama berhari-hari hanyut, dilakukan pencaharian tapi hasilnya nihil. Aldi bukannya tidak mencari pertolongan, dia tetap berusaha tapi kapal yang melintas tidak menggubris atau tidak kelihatan.
Hari berganti minggu. Aldi tetap terombang ambing di lautan bebas. Persediaan makanan sudah mau habis. Jadi biar survive dia mesti makan ikan mentah dan minum air laut. Aldi bahkan harus berjuang selamat dari kejaran ikan buas.
“Masuk minggu ketiga, Aldi melihat sirip ikan hiu yang mengitari rakitnya. Kayak di film kan ya, mitosnya hiu bisa muncul karena merasakan ketakutan gitu,” imbuhnya.
“Selama seharian itu hiu mengitari rakitnya. Setelah hiunya pergi eh nongol ikan raksasa segede gaban tapi cuma nongol separuh badan. ibarat abis lolos dari hiu eh muncul megalodon,” katanya lagi.
Aldi berusaha menenangkan diri. Banyak doa. Tapi tidak bisa dibawa tidur.
Minggu berganti bulan. Pada hari ke 46 sebuah kapal berbendera Panama lewat. Kapal ini sudah melewati rakit sejauh 1 mil. Melalui HT Aldi berusaha melakukan kontak. Kapten kapal bingung, lah kok ada sinyal kecil di tengah laut.
Kapten kapal kaget pas melihat ada rakit kecil mengapung. Sang kapten langsung menyuruh anak buahnya buat nolongin. Aldi langsung dikasih makan, diganti bajunya baru ditanya-tanyai. Saat itu, posisinya sudah ada di Perairan Guam.
Besok harinya sang kapten berbaik hati menghubungi kedutaan Indonesia terdekat. Setelah koordinasi, mereka diizinkan membawa Aldi berlabuh di Jepang.
Aldi dijemput KJRI Osaka di Tokuyama, prefektur Yamaguchi, Jepang. Izin kepulangan diurus sama otoritas imigrasi Jepang.
Pemerintah Jepang sangat kooperatif dan bekerja cepat membantu proses kepulangan Aldi ke Indonesia. Bahkan dibantu cek kondisi kesehatan dulu sebelum balik.
Tanggal 8 September, KJRI Osaka mengantar Aldi ke Manado lewat penerbangan dari Tokyo naik Garuda Indonesia.
Aldi dijemput keluarganya dan saat ini sudah kembali ke Wori dengan keadaan sehat.
“Gue nemu kan kontak si Aldi terus klean tahu dia lagi ngapain sekarang? Melaut lagi. 2-3 hari ke depan baru balik,” pungkas Anastasye.(one/pojoksatu)